Dosen : Asep Usman Ismail
Oleh: Fitriyani dan Syahar Banu
Pendahuluan
Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme adalah ilmu untuk
mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir
dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata “Sufi”. Pandangan yang umum
adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada
jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi
mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan
bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini
menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain
mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu
ketuhanan.
Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari “Ashab al-Suffa”
(“Sahabat Beranda”) atau “Ahl al-Suffa” (“Orang orang beranda”), yang mana
adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu
mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa
Pembahasan
Secara garis besar, sebagaimana
perkembangan awalnya, perjalanan tasawuf dalam menuju kemapanannya tidak lepas
dari pengaruh agama-agama filsafat dan budaya di setiap zaman yang
berbeda-beda. Oleh karenanya, para peneliti membaginya menjadi tiga bagian:
tasawuf dieni, tasawuf falsafi dan tasawuf dieni wa falsafi atau tasawuf
falsafi wa dieni.
Disebut tasawuf dieni, karena nampak di dalamnya perpaduan antara agama-agama,
baik agama-agama samawi ataupun agama-agama kuno belahan Timur.Sedangkan
tasawuf falsafi, tasawuf yang sudah dikenal di belahan timur dan belantara
khazanah filsafat Yunani dan Eropa di zaman pertengahan dan modern.Adapun
tasawuf ketiga merupakan campuran antara tasawuf agama-agama dan tasawuf
falsafi. (Sayyid Muhammad ‘Aqîl bin ‘Ali al-Mahdali, hal. 31).Kemudian para
peneliti tasawuf mengembangkan lebih rinci lagi mengenai pembagian ini, dimana
dalam konteks Islam, tasawuf dibagi lagi menjadi empat bagian: tasawuf sunni,
tasawuf falsafi, tasawuf salafi dan tasawuf amali atau tasawuf ashhâbut
thuruq.(Lihat Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal. 32)
1. Tasawuf Qur’ani
Karena tasawuf merupakan jalan
menuju Allah,untuk mendekatkan diri kepada Allah,maka rujukan pertama dan
terutama yang harus dilihat adalah Alqur’an yang merupakan surat cinta dari
Allah untuk umat manusia. Dengan memahami nilai-nilai yang ada dalam Alqur’an
dan mengaplikasikannya dalam kehidupan maka di harapkan seseorang itu akan
lebih dekat dengan Allah. Tasawuf yang mengacu kepada nilai-nilai alqur’an
dalam usahanya untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut Tasawuf Qur’ani.
Sahl at-Tusturi pernah mengatakan: “Pokok
ajaran kami adalah berpegang teguh kepada Al-Qur’an, mengamalkan sunnah, makan
makanan yang halal, mencegah menyakiti orang lain, menjauhi yang tidak baik,
bertaubat dan menunaikan hak-hak. Lalu Imam an-Nawawi mengatakan: “Pokok ajaran
tarikat tasawuf ada lima: bertakwa kepada Allah baik tersembunyi ataupun
terang-terangan, mengikuti sunnah baik perkataan ataupun perbuatan, berpaling
dari akhlak tercela dihadapan atau dibelakang, ridha terhadap pemberian Allah
sedikit ataupun banyak dan kembali ke jalan Allah dalam suka dan duka. Imam
Ahmad pun menasihati anaknya (Abdullah bin Ahmad): “Wahai anakku wajib bagimu
duduk bersama mereka, yaitu suatu kaum yang dapat memberikan kepada kita banyaknya
ilmu, taqarrub kepada Allah (murâqabah), timbulnya rasa takut, hidup zuhud dan
tingginya cita-cita, seraya beliau mengatakan: “Lâ a’lamu aqwâman afdhalu
minhum” (aku tidak tahu ada kaum yang lebih utama daripada mereka).” (Sayyid
al-Murâbith bin Abdurrahman al-Abyîri, Al-Firaqul Islâmiyyah bainal Qadîm wal
Hadîts, 2007, hal. 148)
2. Tasawuf Sunni
Asketisme(zuhud) adalah cikal bakal
tumbuhnya tasawuf,sedangkan kemunculan asketisme sendiri adalah bersumber dari
ajaran islam. Pemahaman dan pengalaman asketisme yang berkembang sejak abad
pertama hijriah,benar-benar berdasarkan islam,baik yang bersumber dari
Alqur’an,Sunnah maupun kehidupan sahabat nabi.
Asketisme yang tadinya tidak lebih dari
sesuatu yang bersifat praktis dalam kehidupan,kemudian berkembang menjadi
konsep-konsep yang sistematis-teoritis dengan tetap berpegang teguh kepada
Alqur’an dan Sunnah serta kehidupan para sahabat. Di sisi lain,asketisme
sebagai ide yang berakar pada ajaran islam,lebih terfokus pada pembicaraan dan
pembinaan moral,baik moral kepada Allah maupun moral kepada diri sendiri serta
kepada sesama umat manusia.
Sulit dipastikan waktu yang tepat tentang
kapan peralihan asketisme ke sufisme,tetapi yang pasti,bahwa sufisme yang awal
adalah sufisme yang tetap konsisten dan komitmen dengan prinsip-prinsip islam.
Oleh karena sifat-sifatnya yang demikian maka tasawuf tipe yang awal dapat
diterima sebagian besar ulama terutama para ulama yang tergolong Ahlusunnah.
Inilah salah satu sebab tasawuf tipe ini dinamakan tasawuf sunni.
Yang dimaksud tasawuf sunni adalah tasawuf
yang dibatasi sumber pengambilannya dari kitabullâh dan sunnah, dimana mereka
menyelaraskan segala sesuatu atas pertimbangan keduanya. Maka tidak salah kalau
dikatakan pertimbangan tasawufnya adalah pertimbangan syari’ah.Bermula dari
hidup zuhud, lalu menjadi seorang shûfi dan berhenti pada akhlak. Gambaran
puncak tasawuf ini disempurnakan oleh Abu Hamid al-Ghazali, maka jadilah
tasawuf ini bagian dari thariqat ahlus sunnah wal jama’ah.Sejauh mana tasawuf
ini menjadikan sumber ajaran?, kalaulah istilah ini disetujui, maka akan
ditemukan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa ‘negeri akhirat lebih
baik dibandingkan dunia.’ Demikian pula dengan hadits-hadits Rasulullah
mengenai pentingnya zuhud, dimana zuhud merupakan elemen dasar (the basic
element) metodologi umum pendidikan seorang muslim. (Lihat Muhammad as-Sayyid
al-Galind dalam Min Qadhaya at-Tasawuf fî Dhauil Kitâb was Sunnah)
Diantara
sufi yang berpengaruh dari aliran tasawuf sunni dengan pokok-pokok ajarannya
ialah sebagai berikut
· Hasan Al Bashri
Dasar pendiriannya yang paling utama
adaalah zuhud terhadap kehidupan dunawi sehingga ia menolak segala kesenangan
dan kenikmatan duniawi.
· Rabiah Al Adawiyah
Ia merupakan orang
pertama yang mengajarkan al hubb dengan isi dan pengertian yang khas
tasawuf.Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak ajarannya dalam tasawuf yang
pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis.
· Dzu Al Nun Al Misri
Jasanya yang paling besar dan menonjol
dalam dunia tasawuf adalah sebagai peletak dasar tentang jenjang perjalanan
sufi menuju Allah,yang disebut Al maqomat. Beliau banyak memberikan petunjuk
arah jalan menuju kedekatan dengan Allah sesuai dengan Pandangan sufi.
· Abu Hamid Al-Ghazali
Inti tasawuf Al Ghazali adalah jalan
menuju Allah atau ma’rifatullah. Oleh karena itu,serial Al maqomat dan al ahwal,pada
dasarnya adalah rincian dari metoda pencapaian pengetahuan mistis.
3. Tasawuf ‘Amali
Yang disebut tasawuf ‘amali adalah
Keseluruhan rangkaian amalan lahiriah dan latihan olah batiniah dalam usaha
untuk mendekatkan diri kepada Allah,yaitu dengan melakukan macam-macam amalan
yang terbaik serta cara-cara beramal yang paling sempurna. Menurut para
sufi,ajaran agama itu mengandung dua aspek,lahiriah dan bathiniyah. Secara
rinci,kedua aspek tersebut dibagi kedalam empat bidang sebagai berikut:
a Syari’at,diartikan sebagai kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan
dalam ajaran agama melalui Alqur’an dan Sunnah. Syari’at adalah hukum-hukum
formal atau amalan lahiriah yang berkaitan dengan anggota jasmaniah
manusia,sedangkan syari’at sebagai fiqih dan syari’at sebagai tasawuf tidak
dapat dipisahkan karena yang pertama adalah sebagai wadahnya dan yang kedua
sebagai isinya. Kerna itu ditegaskan, Seorang yang salik tidak mungkin
memperoleh ilmu batin tanpa mengamalkan secara sempurna amalan lahiriahnya.
b Thariqot,kalangan sufi mengartikan thariqat sebagai seperangkat serial
moral yang menjadi pegangan pengikut tasawuf dan dijadikan metoda pengarahan
jiwa dan moral.
c Hakikat,dalam dunia sufi hakikat diartikan sebagai aspek bathin dan dari
syari’at,sehingga dikatakan hakikat adalah aspek yang paling dalam dari setiap
amal,inti dan rahasia dari syariat yang merupakan tujuan perjalanan suluk.
d Ma’rifat,berarti pengetahuan atau pengalaman. Dalam istilah
tasawuf,diartikan sebagai pengenalan langsung tentang Tuhan yang diperoleh
melalui hati sanubari sebagai hikmah langsung dari ilmu hakikat.
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa
Yang dimaksud tasawuf ‘amali, adalah pola tasawuf yang dilakukan para penganut
tarekat (ashhâbut turuq) seperti mengedepankan mujâhadah, menjauhkan sifat
tercela, memutuskan hubungan dengan yang lain dan menghadap Allah dengan
sepenuh cita-cita.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa kaidah dan adab yang dirinci secara klasikal
seperti hubungan murid dengan gurunya, ‘uzlah, khalwat, al-jû’
(berlapar-lapar), as-sahr (bermalam-malam/ begadang), as-shumt (berdiam diri)
dan dzikir
4. Tasawuf Akhlaqi
Pada mulanya tasawuf itu ditandai dengan
ciri-ciri psikologis dan moral,yaitu pembahasan analisis tentang jiwa manusia
dalam upaya menciptakan moral yang sempurna. Dalam pandangan sufi,ternyata
manusia depedensia kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan oleh
dorongan-dorongan nafsu pribadi,bukan manusia yang mengendalikan hawa nafsunya.
Kenikmatan hidup di dunia menjadi tujuan,bukan lagi sebagai jembatan emas
menuju kebahagiaan sejati.efek dari pandangan hidup seperti ini emnuju kearah
pertentangan manusia dengan sesama manusia,sikap ethnosentrisme,egoisme,persaingan
tidak sehat,sehingga manusia lupa kepada eksistensialnya sebagai hamba Allah.
Karena ekspresi manusiawinya sebagian besar dihabiskan untuk
persoalan-persoalan duniawi,menyebabkan ingatan dan perhatiannya jauh dari
Tuhan.
Menurut orang sufi,Untuk merehabilitir
sikap mental yang tidak baik tidak akan berhasil apabila terapinya hanya dari
aspek lahiriah saja. Itulah sebabnya,pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan
tasawuf,seorang kandidat diharuskan melakukan amalan dan latiha yang cukup
berat,tujuannya adalahuntuk menguasai hawa nafsu,untuk menekan hawa nafsu
sampai ke titik terendah dan bila memungkinkan mematikan hawa nafsu itusama
sekali.
Sistem pembinaan akhlak itu mereka susun sebagai berikut:
- Takhalli,yakni mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap duniawi
- Tahalli,membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik
- Tajalli,terungkapnya nur gaib bagi hati
- Munajat,melaporkan diri kehadirat Allah atas segala aktifitas yang dilakukan
- Zikrul maut,ingatan yang berkepanjangan tentang mati akan memancing rasa keTuhanan yang semakin dalam.
Tokoh-tokohnya tasawuf akhlaki ini antara lain:
- Haris Al Muhasabi(w.243 H) adalah salah seorang sufi yang populer dalam pembahasan tasawuf
akhlaki melalui konvergensi antara syariat dan akhlak. Ia menegaskan
bahwa segala sesuatu mempunyai substansi,substansi manusia dan akal budi yang
disertai moralitas dan substansi akal adalah kesabaran.
- Al Sirri Al Saqathi( w.257 H) pendapatnya yang populer ialah bahwa
kekuatan yang paling tangguh ialah kemampuan mengendalikan diri. Seseorang yang
mampu mengendalikan dirinya ,niscaya tidak akan sanggup mengendalikan orang
lain.
- Al Kharraj( w.277 H) ,orang pertama yang menulis konsep-konsep dasar tentang
sifat-sifat terpuji yang kemudian menjadi rujukan sufi-sufi selanjutnya.
- Sahl Al Tutsuri ( w. 293 H) dengan ajarannya yang rinci tentang
ikhlash serta hal-hal yang merusak perbuatan.
-
5. Tasawuf Salafi
Yang dimaksud tasawuf salafi adalah tasawuf yang digagas oleh sekumpulan
tokoh ulama salaf seperti Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Corak tasawuf ini menyerupai tasawuf sunni dalam segala urusannya, terutama
dalam pentingnya berpegang terhadap kitâbullah dan sunnah, serta dalam hal
tercelanya faham ittihad, hulul, wihdatul wujud, maqâmat dan ahwal.
Sebenarnya, istilah tasawuf salafi
merupakan istilah pembelaan dari kelompok shûfi yang ingin menegaskan bahwa
tidak benar orang yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari luar
Islam dengan mengedepankan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim sebagai tokoh
penggagasnya, sehubungan keduanya merupakan tokoh puritanisme Islam.
Hal ini dapat dilihat dari pembelaan
Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim (pendiri dan syaikh tarikat al-‘Asyirah
al-Muhammadiyah al-Syadziliyyah dan komisi pembaruan sufi serta ikatan
tarikat-tarikat yang ada di Mesir). Menurutnya: “Dasar-dasar tasawuf terdapat
dalam Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini tak dapat dipungkiri, bahkan oleh mereka
yang agak minim tentang Islam. Tak ada seorang pun dari kalangan Muslim yang
mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah hasil kutipan dari kitab suci Budha, Majusi,
dan Rahbaniyyah.
Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari ajaran
selain Islam adalah sebuah pendapat yang sembrono, berlebih-lebihan dan penuh
kebohongan.Jika yang dimaksud dengan tasawuf adalah filsafat yang asing dari
akidah dan syari’at, maka hal tersebut memang benar, namum filsafat tersebut
tidak ada hubungannya dengan tasawuf Islami.Jika ada yang menjadikan mereka
(para ahli filsafat) sebagai dasar untuk menghujat dan menghukumi kesesatan
tasawuf dengan sebab kesesatan perilaku beberapa oknum yang mengatas namakan
tasawuf, maka hal tersebut merupakan sebuah pemutar balikan fakta yang
sebenarnya. Menghukumi seseorang atas kesalahan orang lain adalah satu
perbuatan yang tercela.” (Lihat Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, 2002,
hal.13)
6. Tasawuf Falsafi
Yang dimaksud dengan tasawuf falsafi
adalah yang bercampur didalamnya antara dzauq shûfiyyah dan nadzhar ‘aqliyyah
(perasaan terdalam kaum shûfi dan nalar akal/ filsafat) dengan sumber yang
berbeda-beda.Ini merupakan pendapatnya Abul Wafa’ al-Ghanîmi at-Taftâzani,
sedangkan DR.‘Ali Sami an-Nasyâr berpendapat bahwa tasawuf ini merupakan
campuran antara makna-makna Islam dan falsafat kuno yang dalam falsafat
zhahirnya Islami, sementara dalamnya tidak Islami.(Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal.
12).
Para penganut tasawuf macam ini diantaranya adalah Suhrawardi al-Maqtûl
(550-580 H.), Ibnu ‘Arabi (560-638 H.), Ibnu Sab’in (614-669 H.) dan yang
lainnya.
Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan
latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan
dengan Allah,juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakan
teologi dan filsafat.dari kelompok inilah yang tampil sebagai sufi yang
filosofis dan filosof yang sufis. Konsep-konsep tasawuf mereka disebut tasawuf
falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Ajaran
filsafat yang paling banayak di pergunakan dalam analisis tasawuf adalah paham
emanasi neo platonisme dalam semua variasinya.
Selain Abu Yazid Al Bhustami ,tokoh
teosofi yang populer dalam kelompok ini dapat ditunjuk Masarrah(w.381 H) dari
Andalusi dan sekaligus sebagai perintis.berdasarkan pemahamannya tentang teori
emanasi ia berpendapat,bahwa melalui jalan tasawuf manusia dapat membebaskan
jiwanya dari cengkeraman badani (materi) dan memperoleh sinar ilahi secara
langsung (ma’rifat sejati). orang kedua yang mengkombinasikan teori filsafat
dengan tasawuf dapat disebut Suhrawardi al Maqtul(w.578 H) yang berkebangsaan
Persia atau Iran. Berangkat dari teori emanasi Ia berpendapat,bahwa dengan
melalui usaha keras dan sungguh-sungguh seperti apa yang dilakukan para
sufi,seseorang dapat membebaskan jiwanya dari perangkap ragawi untuk kemudian
dapat kembali ke pangkalan pertama yakni alam malakut atau alam ilahiyat.
Konsepsi lengkap teori ini kemudian dikenal dengan nama al Isyraqiyah yang
ia tuangkan dalam karya tulisnya al Hikmatul Isyraqiyah. Bersumber
dari prinsip yang sama al Hallaj (w.308 H) memformulasikan teorinya dalam
doktrin al Hulul, yakni perpaduan insan dengan Tuhan secara
Rohaniyah atau antara Mahluk dengan Al Khaliq.
7. Neo Sufisme
Terminologi Neo sufisme pertamakali di
munculkan oleh pemikir muslim kontemporer yakni Fazlur Rahman dalam bukunya”
Islam”. Kemunculan istilah itu tidak begitu saja diterima para pemikir muslim
,tetapi justru memancing polemik dan diskusi yang luas. Sebelum
Fazlur,sebetulnya di Indonesia Hamka telah menampilkan istilah tasawuf modern
dalam bukunya “ Tasawuf Modern ” tetapi dalam buku ini tidak
ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan isi buku ini,terlihat adanya kesejajaran
prinsip-prinsipnya dengan tasawuf Al Ghazali kecuali dalam hal ‘uzlah. Kalau al
Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat maka
Hamka justru menghendaki agar seseorang pencari kebenaran hakiki tetap aktif
dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarkat.
Menurut fajlur Rahman,perintis apa yang ia
sebut sebagai neo sufisme adalah ibnu Taimiyah(w.728 H) yang kemudian
diteruskan oleh muridnya Ibnu Qoyyim,yaitu tipe tasawuf yang terintegrasi
dengan syari’ah. Apabila benar demikian ,maka muatan dari yang disebut neo
sufisme itu sudah sejak abad 8 H ,tapi kenapa baru abad dua puluh ini diangkat
sebagai neo sufisme.Kebangkitan kembali sufisme di dunia islam dengan sebutan
neo sufisme,nampaknya tidak bisa dipisahkan dari apa yang disebut sebagai
kebangkitan agama sebagai penolakan terhadap kepercayaan yang berlebihan kepada
sains dan teknologi selaku produk era modernisme.
Neosufisme mengalihkan pusat pengamatan
kepada rekonstruksi sosio moral masyarakat muslim,sedangkan sufisme terdahulu
terkesan lebih bersifat individual dan “hampir” tidak melibatkan diri dalam
hal-hal kemasyarakatan. Oleh karena itu karakter keseluruhan neisme adalah
puritanis dan aktivis.
Sikap puritanis pendukung neo sufisme
menyebabkan berseberangan dengan paradigma sufisme terdahulu yang mengarahkan
pengikutnya untuk membenci duniawi sehingga mereka pasif. Berlainan dengan neo
sufisme,yang malahan mendorong dan memotivasi pengikutnya agar aktif dan
kreatif dalam kehidupan ini,baik yang bersifat karya-karya praktis maupun dalam
kreatifitas intelektual. Menurut al Qusyasyi(w.1071 H),sufi yang sebenarnya
bukanlah yang mengasingkan diri dari masyarakat,tetapi sufi yang yang teteap
aktif dalam kehidupan masyarakat dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar demi
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Penutup
Demikianlah sejarah menunjukkan,bahwa
sufisme tidak pernah tercerabut dari akar keislaman. Maka seirama dengan abad
kebangkitan umat islam,bangkit pula gerakan spiritualis islam,yang oleh Fajlur
Rahman dinamai’neo sufisme”,sufisme baru.secara umum terlihat,bahwa ciri utama
neo sufisme ini adalah,penekanan pada motif moral melalui penerapan metode
zikir dan muraqabah guna “ mendekati “ Allah . tata aturan konsentrasi harus
disejajarkan dengan doktrin syariah dan bertujuan untuk memperkukuh keimanan
dalam akidah yang benar dan kemurnian hati.selain dari itu, gejala sufisme baru
ini adalah menanamkan kembali sikap positif pada duniawi. Dan
yangterpenting,nampaknya gerakan ini sampai batas tertentu- mengakui kebenaran
klaim sufisme intelektual dan menerima ilham intuitif atau al kasyf tetapi
tingkat kebenarannya tidak otomatis mutlak.
Islam tidak mungkin di aktualkan hanya
dengan kecanggihan rasional,sebagaimana tidak mungkinnya bila hanya dengan
kelembutan hati nurani. Islam akan bisa difahami dan diaktualkan secara utuh
dengan mengerahkan segenap ekspresi insani,yang esoteris,yang garang dan yang
lembut.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Prof.H.A. Rivay siregar.Tasawuf:dari sufisme klasik ke neo sufisme. Jakarta.
Raja Grafindo Persada.2002
Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain dan DR Abdullah Musthofa Numsuk, Kesesatan
Sufi, Tasawuf Ajaran Budha (terj.), Jakarta: Pustaka As Sunnah, tahun
2004.
Muhammad As-Sayyid al Galind, Tasawuf Dalam Pandangan Al Qur’an dan
As-Sunnah (terj.), Jakarta : Cendikia Sentra Muslim, tahun 2003
Salim bin Ied Al Hilali, Jama’ah-Jama’ah Islam Ditimbang Menurut
Al-Qur’an dan As-Sunnah, Solo : Pustaka Imam Bukhori, tahun 1989
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, Jakarta : Hikmah,
tahun 1989
Wahiduddin Khan, Kritik Terhadap Ilmu Fiqih, Tasawuf dan Ilmu Kalam (terj.),
Jakarta : Gema Insani Press, tahun 1994
Shalih bin Fauzan Ali Fauzan, Heboh Tasawuf (terj.),
Sukoharjo : Darul Iman, tahun 2003
Abuddin Nata, MA, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta:
Rajawali Press, tahun 1993
Asmaran AS, MA.,Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta : Rajawali Pers,
tahun 2004
0 komentar:
Posting Komentar