skip to main | skip to sidebar

Jejak Intelektual Falsafi

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)
  • Home
  • About Us
  • Archives
  • Contact Us

Sabtu, 19 Mei 2012

ARTHUR SCHOPENHAUER : BELAS KASIH DAN PENYANGKALAN DIRI

Diposting oleh syahar banu di 08.19 Label: Etika

                                                                                       Dosen : Muhammad Subhi Ibrahim                                                                                                                                                                 
                                              Pemakalah : Fitriyani

Arthur Schopenhauer lahir di Danzig pada 1788 dan meninggal di Frankfurt pada 1860. Dia merupakan salah satu filosof besar Jerman pada masanya, filsafat etikanya banyak mempengaruhi pemikiran Nietzsche dan Max Scheler.

Schopenhauer membedakan antara dunia numenal dan dunia fenomenal. Dunia Fenomenal adalah dunia pengalaman kita sehari-hari, yakni segala hiruk pikuk dan gerak gerik yang terjadi dalam kehidupan. Bagi Schopenhauer, semua manusia didunia ini selalu memperturutkan hawa nafsunya, dan tidak pernah puas dengan apa yang telah ia dapatkan sehingga mengejar sesuatu yang lain yang belum ia miliki. Maka kebahagiaan sejati tidak pernah diperoleh, gerak kehidupan ini menjadi percuma. Schopenhauer menarik kesimpulan bahwa hidup adalah penderitaan.

Schopenhauer menyebut dunia numenal sebagai kehendak, kehendak yang melatarbelakangi semua gerak gerik kehidupan manusia. Segala keanekaan di alam fenomenal secara numenal adalah sama. Bagi Schopenhauer, hidup adalah sumber penderitaan dimana kita menjadi budak kehendak numenal yang membuat kita terus mengejar sasaran-sasaran individual. Bila kita tidak mengejar sasaran-sasaran individual lagi, maka penderitaan kita pun akan terhenti.

Ada dua istilah yang dikemukakan oleh Schopenhauer. Pertama adalah Principium Individuationis, Prinsip Individuasi yang membelenggu kita sehingga memutlakkan eksistensi kita.Agar bebas dari penderitaan, kita harus menembus Prinsip Individuasi tersebut. (das principium individuationis durchschauen).

Istilah kedua adalah selubung sang maya,mengikuti filsafat klasik india,selubung sang maya disini ialah dewi ilusi. Prinsip metafisik yang ,menciptakan dunia indrawai yang hanya semu itu. Dengan istilah selubung sang maya, Schopenhauer mau mengatakan bahwa mata budi kita tertutup oleh ilusi dan bahwa individualitas kita sesuatu yang mutlak.

Melalui etikanya, Schopenhauer mau menunjuk jalan pembebasan dan penebusan diri dari penderitaan, ia menjelaskan bagaimana kita bisa menembus prinsip individuasi dan menyingkap selubung sang maya.
Schopenhauer menguraikan tiga jalan untuk membebaskan diri dari prinsip individuasi, yakni sebagai berikut:

  • 1)      Kontemplasi Estetik
  • Dalam pesona perasaan estetik terutama musik, kita terangkat dari individualitas kita.
  • 2)      Kebaikan Hati dan Sikap Berbelas Kasihan
  • Kita menyadari kita sama dengan seluruh realitas yang lain, maka kita mencintainya dan berbelaskasihan padanya. Berpartisipasi dalam penderitaan mahluk lain.
  • 3)      Penyangkalan Diri
  • Dengan menyangkal segala nafsu dan dorongan indrawi, kita melepaskan keterikatan pada hidup individual kita, dan karena hidup adalah penderitaan, maka penyangkalan diri membebaskan kita dari penderitaan.
Etika Schopenhauer ini sangat dipengaruhi oleh jalan sang Buddha yang menganjurkan manusia untuk melepaskan nafsu menghendaki karena kehendak adalah sumber penderitaan.


Menurut Schopenhauer, moralitas agama yang berargumentasi terhadap pahala dan ganjaran di surga tak ubahnya seorang yang menanamkan modal di sebuah perusahaan dengan harapan akan menerima dalam jumlah yang lebih besar. Moralitas religius yang melirik ganjaran surgawi, hanya mengalihkan egoisme duniawi ke tingkat adiduniawi saja.

Moralitas yang sebenarnya, bukan dibangun melalui pengetahuan konseptual, tetapi melalui pengertian intuitif. Yakni, kesadaran mendalam bahwa diriku secara hakiki sama dengan diri orang lain, dan diri kita tidaklah mutlak. Semakin seseorang menyadari kesamaan hakikinya dengan orang lain, maka ia semakin menembus prinsip individuasi dan menyingkap selubung sang maya.

Sikap-sikap moral yang memperlihatkan pengertian intuitif itu berkembang melalui tiga tahap. Dari keadilan melalui kebaikan hati sampai ke perasaan belas kasih yang merupakan kesempurnaan agape, cinta tanpa pamrih.     

Sikap adil adalah langkah pertama menuju kebaikan hati adalah penyangkalan terhadap kejahatan. Inti sikap jahat menurut Schopenhauer adalah menomorsatukan keinginannya sendiri dan demi kehendak itu ia rela mengorbankan orang lain. Sedangkan bersikap adil berarti tidak memaksakan kehendaknya sendiri bila hal itu merugikan orang lain. Adil berarti menghormati hak orang lian dan memperlakukannya sama dengan diri sendiri bukan akrena takut pada hukum negara melainkan karena keyakinan moral.

Orang yang baik hati, tidak mendahulukan kepentingannya sendiri terhadap hak orang lain. Ia memahami secara intuitif bahwa orang lain adalah sama dengan dirinya. Oleh karena itu, ia langsung terdorong untuk berbuat baik terhadap orang lain dan tidak membiarkannya menderita seperti ia bersikap pada dirinya sendiri. Konsep menyadari bahwa “engkau adalah saya!” merujuk pada “tat twam asi!”  dalam kitab Veda, yang membuat kita mencintai orang lain seperti diri sendiri. Kebaikan hati terpancar dari ketentraman hati, dimana kebaikan hati ini lebih relevan dengan kenyataan numenal dibandingkan saat kita masih terbelenggu dengan cinta diri dan eros, cinta yang mau memiliki.

Puncak dari kebaikan hati adalah sikap berbelas kasih. Orang yang berbelas kasih tahu bahwa hidup adalah penderitaan dan ia takkan bisa lari darinya, maka ia akan mengurangi penderitaan sesamanya dimanapun ia temukan.

Sikap-sikap moralitas seperti yang telah di singgung diatas merupakan tahapan dalam perkembangan agape, cinta tanpa pamrih yang juga membebaskan diri dari sikap eros,cinta diri yang mau memiliki. Pokok bahasan agape adalah sikap terhadap orang lain, Shcopenhauer juga mengungkapkan sebuah sikap terhadap diri sendiri yang merupakan padanan dari agape. Yakni, penyangkalan diri. Orang yang sadar bahwa asal dari semua penderitaannya adalah pemutlakan diri yang tidak tepat, akan berbalik menyangkal dorongan emosinya sendiri dan memilih menolak untuk memenuhinya. Dengan cara ini ia membebaskan diri dari keterikatannya pada diri sendiri dan kehidupannya sehingga bebas dari penderitaannya dan semakin tentram hatinya. Penyangkalan diri ini adalah antisipasi kematian yang apabila muncul akan disambut gembira sebagai penebusan definitif. 
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Terindrakan

Labels

  • cerita (1)
  • Dosen (4)
  • Etika (2)
  • Filsafat Ilmu (1)
  • Publikasi Media (5)
  • Tasawuf (1)
  • Umum (1)

Para Intelektual

  • Anggaranu
    ^!!^ Memphis 2013 Streaming Websites
    5 tahun yang lalu
  • Syaharbanu
    Bagaimana Mungkin
    5 tahun yang lalu
  • Dida Sobat
    Cinta Lakshmi untuk Gayatri
    6 tahun yang lalu
  • MIMPI DI UJUNG PAGI
    Aku ingin menikah, tapi bukan dengan Kamu
    8 tahun yang lalu
  • Serat Jingga~~
    Rindu yang Basah
    8 tahun yang lalu
  • Hidayat Taufik
    "Memoria Indonesia Bergerak"
    11 tahun yang lalu
  • Deep Sight
    ah Cafe PGC
    13 tahun yang lalu
  • Vision de Monde
    Malam Menjelang Fase Baru Anak Peruntungan
    13 tahun yang lalu
  • philosophy and the city

Followers

Blog Archive

  • ►  2015 (1)
    • ►  Oktober (1)
  • ►  2013 (1)
    • ►  Oktober (1)
  • ▼  2012 (9)
    • ►  September (4)
    • ▼  Mei (5)
      • ARTHUR SCHOPENHAUER : BELAS KASIH DAN PENYANGKALAN...
      • Max Scheler : Wanita, Fenomonologi dan Cinta
      • PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
      • Pembagian Tasawuf
      • Daftar Blog Mahasiswa Falsafah dan Agama Paramadina
 

© 2010 My Web Blog
designed by DT Website Templates | Bloggerized by Agus Ramadhani | Zoomtemplate.com