skip to main | skip to sidebar

Jejak Intelektual Falsafi

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)
  • Home
  • About Us
  • Archives
  • Contact Us

Sabtu, 19 Mei 2012

ARTHUR SCHOPENHAUER : BELAS KASIH DAN PENYANGKALAN DIRI

Diposting oleh syahar banu di 08.19 Label: Etika

                                                                                       Dosen : Muhammad Subhi Ibrahim                                                                                                                                                                 
                                              Pemakalah : Fitriyani

Arthur Schopenhauer lahir di Danzig pada 1788 dan meninggal di Frankfurt pada 1860. Dia merupakan salah satu filosof besar Jerman pada masanya, filsafat etikanya banyak mempengaruhi pemikiran Nietzsche dan Max Scheler.

Schopenhauer membedakan antara dunia numenal dan dunia fenomenal. Dunia Fenomenal adalah dunia pengalaman kita sehari-hari, yakni segala hiruk pikuk dan gerak gerik yang terjadi dalam kehidupan. Bagi Schopenhauer, semua manusia didunia ini selalu memperturutkan hawa nafsunya, dan tidak pernah puas dengan apa yang telah ia dapatkan sehingga mengejar sesuatu yang lain yang belum ia miliki. Maka kebahagiaan sejati tidak pernah diperoleh, gerak kehidupan ini menjadi percuma. Schopenhauer menarik kesimpulan bahwa hidup adalah penderitaan.

Schopenhauer menyebut dunia numenal sebagai kehendak, kehendak yang melatarbelakangi semua gerak gerik kehidupan manusia. Segala keanekaan di alam fenomenal secara numenal adalah sama. Bagi Schopenhauer, hidup adalah sumber penderitaan dimana kita menjadi budak kehendak numenal yang membuat kita terus mengejar sasaran-sasaran individual. Bila kita tidak mengejar sasaran-sasaran individual lagi, maka penderitaan kita pun akan terhenti.

Ada dua istilah yang dikemukakan oleh Schopenhauer. Pertama adalah Principium Individuationis, Prinsip Individuasi yang membelenggu kita sehingga memutlakkan eksistensi kita.Agar bebas dari penderitaan, kita harus menembus Prinsip Individuasi tersebut. (das principium individuationis durchschauen).

Istilah kedua adalah selubung sang maya,mengikuti filsafat klasik india,selubung sang maya disini ialah dewi ilusi. Prinsip metafisik yang ,menciptakan dunia indrawai yang hanya semu itu. Dengan istilah selubung sang maya, Schopenhauer mau mengatakan bahwa mata budi kita tertutup oleh ilusi dan bahwa individualitas kita sesuatu yang mutlak.

Melalui etikanya, Schopenhauer mau menunjuk jalan pembebasan dan penebusan diri dari penderitaan, ia menjelaskan bagaimana kita bisa menembus prinsip individuasi dan menyingkap selubung sang maya.
Schopenhauer menguraikan tiga jalan untuk membebaskan diri dari prinsip individuasi, yakni sebagai berikut:

  • 1)      Kontemplasi Estetik
  • Dalam pesona perasaan estetik terutama musik, kita terangkat dari individualitas kita.
  • 2)      Kebaikan Hati dan Sikap Berbelas Kasihan
  • Kita menyadari kita sama dengan seluruh realitas yang lain, maka kita mencintainya dan berbelaskasihan padanya. Berpartisipasi dalam penderitaan mahluk lain.
  • 3)      Penyangkalan Diri
  • Dengan menyangkal segala nafsu dan dorongan indrawi, kita melepaskan keterikatan pada hidup individual kita, dan karena hidup adalah penderitaan, maka penyangkalan diri membebaskan kita dari penderitaan.
Etika Schopenhauer ini sangat dipengaruhi oleh jalan sang Buddha yang menganjurkan manusia untuk melepaskan nafsu menghendaki karena kehendak adalah sumber penderitaan.


Menurut Schopenhauer, moralitas agama yang berargumentasi terhadap pahala dan ganjaran di surga tak ubahnya seorang yang menanamkan modal di sebuah perusahaan dengan harapan akan menerima dalam jumlah yang lebih besar. Moralitas religius yang melirik ganjaran surgawi, hanya mengalihkan egoisme duniawi ke tingkat adiduniawi saja.

Moralitas yang sebenarnya, bukan dibangun melalui pengetahuan konseptual, tetapi melalui pengertian intuitif. Yakni, kesadaran mendalam bahwa diriku secara hakiki sama dengan diri orang lain, dan diri kita tidaklah mutlak. Semakin seseorang menyadari kesamaan hakikinya dengan orang lain, maka ia semakin menembus prinsip individuasi dan menyingkap selubung sang maya.

Sikap-sikap moral yang memperlihatkan pengertian intuitif itu berkembang melalui tiga tahap. Dari keadilan melalui kebaikan hati sampai ke perasaan belas kasih yang merupakan kesempurnaan agape, cinta tanpa pamrih.     

Sikap adil adalah langkah pertama menuju kebaikan hati adalah penyangkalan terhadap kejahatan. Inti sikap jahat menurut Schopenhauer adalah menomorsatukan keinginannya sendiri dan demi kehendak itu ia rela mengorbankan orang lain. Sedangkan bersikap adil berarti tidak memaksakan kehendaknya sendiri bila hal itu merugikan orang lain. Adil berarti menghormati hak orang lian dan memperlakukannya sama dengan diri sendiri bukan akrena takut pada hukum negara melainkan karena keyakinan moral.

Orang yang baik hati, tidak mendahulukan kepentingannya sendiri terhadap hak orang lain. Ia memahami secara intuitif bahwa orang lain adalah sama dengan dirinya. Oleh karena itu, ia langsung terdorong untuk berbuat baik terhadap orang lain dan tidak membiarkannya menderita seperti ia bersikap pada dirinya sendiri. Konsep menyadari bahwa “engkau adalah saya!” merujuk pada “tat twam asi!”  dalam kitab Veda, yang membuat kita mencintai orang lain seperti diri sendiri. Kebaikan hati terpancar dari ketentraman hati, dimana kebaikan hati ini lebih relevan dengan kenyataan numenal dibandingkan saat kita masih terbelenggu dengan cinta diri dan eros, cinta yang mau memiliki.

Puncak dari kebaikan hati adalah sikap berbelas kasih. Orang yang berbelas kasih tahu bahwa hidup adalah penderitaan dan ia takkan bisa lari darinya, maka ia akan mengurangi penderitaan sesamanya dimanapun ia temukan.

Sikap-sikap moralitas seperti yang telah di singgung diatas merupakan tahapan dalam perkembangan agape, cinta tanpa pamrih yang juga membebaskan diri dari sikap eros,cinta diri yang mau memiliki. Pokok bahasan agape adalah sikap terhadap orang lain, Shcopenhauer juga mengungkapkan sebuah sikap terhadap diri sendiri yang merupakan padanan dari agape. Yakni, penyangkalan diri. Orang yang sadar bahwa asal dari semua penderitaannya adalah pemutlakan diri yang tidak tepat, akan berbalik menyangkal dorongan emosinya sendiri dan memilih menolak untuk memenuhinya. Dengan cara ini ia membebaskan diri dari keterikatannya pada diri sendiri dan kehidupannya sehingga bebas dari penderitaannya dan semakin tentram hatinya. Penyangkalan diri ini adalah antisipasi kematian yang apabila muncul akan disambut gembira sebagai penebusan definitif. 
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

Selasa, 15 Mei 2012

Max Scheler : Wanita, Fenomonologi dan Cinta

Diposting oleh syahar banu di 02.54 Label: Etika

Dosen : Muhammad Subhi Ibrahim
Oleh : Syahar Banu
1.      Kehidupan Max Scheler

Max Scheler lahir di Munchen Jerman selatan pada tanggal 22 Agustus 1874. Ibunya Yahudi dan ayahnya protestan. Kecintaannya pada ilmu pengetahuan membuat Scheler kecil yang berusia 15 tahun rela kehilangan harta warisan dari seorang paman Yahudi yang kaya untuk menuntut ilmu di Gereja Katolik.

Kehidupan dan pemikiran Max Scheler tidak dapat dipisahkan dari perjalanan hidupnya yang berliku mengenai karir, wanita dan pergulatan intelektualnya. Walau ia kurang banyak dikenal. Pemikirannya menjadi inspirasi bagi pemikir lain seperti Nicolai Harimann, Dietrich von Hildebrand dan Hans reiner. Ia pernah berkata bahwa “Untuk mengembangkan segala filsafat yang ada dalam diriku, aku seharusnya memerlukan setidaknya 7 wanita”. Kehidupannya yang sering berkaitan dengan wanita membuat para intelektual membuat periodisasi hidupnya dengan kehidupan percintaannya dengan wanita.

Saat belajar ilmu kedokteran di Muenchen, Ia pindah ke Berlin dan Jena untuk belajar filsafat dan sosiologi hingga pada akhirnya di tahun 1893 Ia terpesona dengan Amelie von Dewitz yang Delapan tahun lebih tua darinya dan telah bersuami. Scheler akhirnya berhasil menikah dengan Amelie pada tahun 1989 setelah Amelie bercerai dari suaminya. Setelah itu ia menjadi dosen di Jena dan bertemu dengan Edmund Husserl yang merupakan bapak fenomenologis dan menginspirasinya untuk menemukan metode fenomenologiisnya sendiri. Pernikahan pertama Scheler dan pertemuannya dengan Husserl menandakan periode pertama dalam filsafatnya dimulai.

Namun, karena skandal perselingkuhannya dengan seorang istri penerbit, Ia meninggalkan Jena dan menjadi asisten dosen di Universitas Muenchen berkat bantuan Husserl. Penyebab kepindahan lainnya adalah Amelie yang menceritakan keburukan suaminya kemana-mana sebagai sarana balas dendam karena Scheler telah selingkuh. Mereka bercerai secara resmi pada tahun 1912 walaupun sebenarnya mereka telah berpisah dari tahun 1908. Sebelum resmi bercerai, Scheler pun sudah jatuh cinta lagi dengan Marit Furtwangler yang merupakan adik dirigen terkenal. Sayangnya, pada tahun 1910 Scheler berhenti dari universitas Muenchen dan tidak berhak memberikan kuliah. Selanjutnya, Ia hanya memberikan kuliah di cafe dan restoran untuk para mahasiswa yang mngagumi pemikiran Scheler.

Periode kedua dalam Hidupnya dimulai saat Ia akhirnya menikah dengan Marit Furtwangler dan mulai tinggal di Berlin. Ia hanya hidup dari uang muka yang diterima dari penerbit atas penulisan bukunya. Dalam periode ini, Ia berhasil menulis 3 buku tentang sentimen yang berjudul Das Ressentimen im Aufbau der Moralen, edisi pertama dari Wesen und Formen der Sympathie (Hakikat dan bentuk-bentuk Simpati) dan terutama karya nya yang terkenal Der Formalismus in der Ethik die Matrealie Wer Ethik dalam bidang etika.

Kehidupannya yang jauh dari gereja membuatnya merasa bahwa moment perang dunia 1 pecah di tahun  1914 adalah saat yang tepat untuk kembali pada kehidupan rohani yang telah lama ditinggalkannya. Ia mulai memberikan ceramah dan pengabdiannya membuat ia mendapatkan kesempatan baru setelah Perang Dunia 1 berakhir. Setelah Walikota Koln, Konrad Adenauer membuka lagi universitas Koln, Scheler diangkat menjadi profesor di Institut Ilmu-Ilmu sosial dan mengajar etika serta teologi Keuskupan Agung Koln.

Ia berhasil membuat Karya a.l Die Wissensformen und die Gelllschaft (Bentuk-bentuk Pengetahuan dan Masyarakat), Die Formen des Wissens und der Bildung (Bentuk-bentuk Pengetahuna dan Masyarakat), Von Ewigen im Menschen (Tentang Abadi dalam Manusia). 2 karya terakhir tersebut merupakan karya filosofis nya.

Pergolakan hidupnya dengan wanita kembali dimulai saat Ia mulai mencintai Maria Scheu walau tetap mencintai Marit dengan pernikahan yang bahagia. Ini disebut periodisasi ketiga dalam hidupnya.  Ia terpaksa meninggalkan Marit saat Maria mengancam akan meninggalkannya. Tidak hanya berpisah dari Marit ditahun 1924, tapi Ia juga berpisah dari gereja tahun 1922. Dari pengalamannya itulah, Ia mengungkapkan hal fenomenal “Wanita sempurna harus mengkombinasikan 4 sosok : Ibu, kekasih, biarawati dan pelacur”.

Ia meningggalkan Koln dan pindah ke Frankfrut dan arus pemikirannya berubah menjadi pantheisme. Ia berfikir bahwa ada dualisme antara roh yang mengerti tetapi tidak berdaya dan dorongan ingstingtual buta yang menentukan kelakuan kita. Ia meninggal pada 19 Mei 1928 karena serangan jantung dan dmakamkan di Koln dalam sebuah upacara Katolik

2.      Pemikiran Max Scheler

Seperti yang disebutkan diatas, pemikiran fenomonologis Scheler banyak terpengaruh oleh gurunya Edmund Husserl. Menurut Husserl, filsafat jangan bertolak dari segala macam teori, prinsip pengandaian, keyakinan dan sebagainya. Melainkan harus memperhatikan apa yang nyata-nyata memperlihatkan diri dalam pemikiran kita. Yang memperlihatkan diri adalah fenomen. Sang filosof senantiasa was-was jangan sampai fenomen yang muncul menampakkan diri didistorsi oleh pikiran, kepercayaan, prasangka dan prinsip-prinsipnya. Ia harus menghindari generalisasi dan kesimpulan yang terlalu cepat. Yang perlu adalah mengumpulkan semua kekhasan dan keunikan fenomen yang dihadapi.

Dengan itu, Scheler belajar untuk menghindari berfikir reduktif yang dengan gampang mengembalian kenyataan yang satu pada kenyataan yang lain. Metode ini juga disebut “Dogma” dalam filsafat bahwa intuisi harus sama dengan pengetahuan indrawi. Namun, intuisi tidak diartikan menurut konsep apriori kita.

Scheler tidak murni mengikuti Husserl karena Ia mengembangkan metode Fenomonologisnya sendiri. Baginya, pendekatan fenomonologis adalah memperhatikan semua aneka sudut dan warna pada segala macam kenyataan. Metode Schelen adalah enleben yang bisa berarti penghayatan segar terhadap pengalaman. Kebenaran bukanlah hasil pikiran atau pertimbangan, melainkan harus dicari dengan membuka diri. Atas dasar keterbukaan terhadap kenyataan yang menyatakan diri itu lalu sang filosof berefleksi dan mencoba untuk memahami lebih dalam.

Etika filsafat Scheler adalah tentang manusia, persona, agama dan Tuhan yang berakar dalam sebuah pengalaman dasar, pengalaman akan nilai. Buku tentang Etika nya adalah Der Formalismus in der Ethik die Matrealie Wer Ethik (Formalisme dalam Etika dan Etika Nilai Material. Percobaan baru Pendasaran Personalisme Etis) pada tahun 1913. Ia adalah lawan pemikiran dari Kant dan Nietzhe.

Kant Berfikir bahwa moralitas seseorang bersifat Formalisme. Karena bergantung pada situasi dan kondisi , tidak Mutlak. Sebuah perbuatan baru bernilai Moral kalau tindakan itu adalah berbentuk murni karena merupakan kewajiban. Scheler membantah hal tersebut karena menurutnya apa yang Kant pikirkan tersebut bukanlah hakikat moralitas yang sebenarnya. Sebuah tindakan bernilai secara moral karena merupakan kewajiban. Melainkan merupakan kewajiban karena bernilai secara moral. Nilai mendahului kewajiban. Inti moralitas bukanlah kesediaan untuk memenuhi kewajiban, melainkan kesediaan untuk merealisasikan apa yang bernilai. Sehingga untuk dapat mengusahakan nilai-nilai moral, manusia tidak perlu diperintahkan karena manusia dengan sendirinya tertarik oleh apa yang bernilai. Nilai menjadi pusat moralitas.

Nilai itu sendiri adalah kualitas atau sifat yang membuat apa yang bersifat bernilai jadi berniai. Nilai tidak sama dengan yang bernilai. Apa yang bernilai menjadi wahana Nilai. Apa yang bernilai menjadi pembawa atau wahana nilai. Apa yang bernilai adalah kenyataan dalam hidup kita. Karena tindakan dan perbuatan itu bisa saja tidak ada.

Nilai merupakan tindakan apriori. Keberadaannya tidak bergantung pada apakah perbuatannya ada atau tidak. Nilai kejujuran tidak bergantung dari adanya orang jujur. Nilai itu sendiri mendahului segala pengalaman walau suatu tindakan tersebut bernilai. Scheler menyebut etikanya sebagai Etika Nilai Material. Jujur, vital, enak, adil, indah, kudus dan semua nilai yang kita langsung tau “apanya”. Sedangkan kalau kewajiban akan jadi tidak dimengerti karena kita tidak tahu apa yang wajib kita lakukan. Kant tidak melihat bahwa Nilai mendahului segala pengalaman dan tidak tergantung dari sebuah konteks dan bernilai apriori serta mutlak.

Pandangan Scheler juga berseberangan dengan Nietzhe yang berpandangan relativisme pada etika. Nietzhe berfikir bahwa nilai tidak diciptakan, melainkan ditemukan.  Nilai memiliki objektivitas yang sama dengan hukum logika. Manusia bisa saja buta nilai atau tidak menyadari sebuah nilai, tetapi nilai itu tetap “ada”.
Scheler menilai bahwa nilai itu tidak dapat dipikirkan, tetapi hanya dapat dirasakan. Itu merupakan pendapat Scheler yang benar-benar baru. Filsafat barat jarang membicarakan tentang rasa. Karena biasanya akan kalah antara pengetahuan rohani dengan pengalaman indrawi. Merasa bukan merupakan hasil dari pengalaman Indrawi, tapi merupakan suatu yang khas dimiliki manusia. Dengan itu Scheler membuat sumber pengetahuan yang baru berupa apriori emosional. Objek Indrawi ditangkap , konsep dipikirkan tetapi nilai dirasakan. Ia menilai bahwa perasaan sebagai keadaan subyektif kita sendiri.

Max Scheler juga mengembangkan nilainya tentang persona dan cinta. Dengan persona manusia berbeda dengan binatang karena binatang buta akan nilai. Manusia yang juga merupakan makhluk ingstingtual akan menyadari betul arti dari nilai dan mengetahui juga apa yang pantas diusahakan mana yang tidak. Ia tidak mengambil sikap tentang dorongan-dorongan buta dan semakin terbuka oleh nilai-nilai rohani. Roh membebaskan manusia dari penentuan dunia karena Ia menghubungkan dengan alam ideal kebenaran dan nilai-nilai. Di belakang penghayatan nilai mesti ada persona yang memungkinkan tatanan alam tentang nilai itu yang di tingkat kerohaniawan menjamin kesatuan dunia dan membuat mungkin bahwa persona-persona saliang memahami. Yaitu Allah.

Persona tidak dapat identik dengan sesuatu karena persona dapat diketahui dari luar. Tetapi kita dapat masuk ke dalam hati persona itu membuka diri dalam cinta. Itulah sebabnya hanya orang yang mencintai yang dapat mengerti orang lain karena hanya dalam cinta masing-masing saling membuka. Hanya orang-orang yang betul-betul mencintai kita seperti Ibu, kekasih, atau sahabat yang betul-betul mengenali kita. Karena cinta membuka mata hati.

Bagi orang yang mencintai, alam nilai akan membuka diri dan nilai menjadi tajam. Cinta menyatukan tindakan manusia dengan nilai-nilai. Scheler memahami bahwa persona sebagai makhluk yang berhasrat dan mampu untuk mencintai. Hasrat terdalam manusia adalah masuk kedalam keselarasan dengan cinta persona asali. Yaitu Allah. Ia menolak menyatakan bahwa cinta kasih adalah sublimasi nafsu. Cinta bukan mau merebut melainkan mau memberikan. Cinta adalah gerakan naik dari nilai-nilai rendah ke nilai-nilai tinggi yang semakin menyatakan diri.

Sentimen membuat kita buta terhadap tataran nilai yang sebenarnya. Ia menganalisis bahwa sentimen sebagai peracunan dari jiwa. Apapun yang keluar dari hati orang yang bersentimen menjadi bengkok dan negatif serta penilaiannya akan terkena distorsi. Sentimen juga mengancam keutuhan batin seseorang. Manusia menjadi baik apabila Ia memilih nilai yang tinggi. Namun kita seringkali memilih nilai yang rendah. Jika kita bertindak bertentangan dengan hakikat kita sendiri, kita akan berdosa.

Pemulihan sikap terjadi pada penyesalan. Penyesalan adalah kekuatan yang dapat membebaskan kita dari penentuan oleh masa lampau. Ia adalah rasa sakit atas kejahatan yang kita lakukan. Tanpa penyesalan kita telah membuat diri kita menjadi jahat. Penyesalan merupakan kekuatan alam moralitas yang paling revolusioner.

Scheler berpendapat bahwa nilai itu mendahului sebuah kebenaran. Sifat-sifat yang mencerminkan keindahan dan kebenaran adalah sesuatu yang positiif, bukan akibat dari pengalaman melainkan mendahului pengalaman. Orang yang tidak melihatnya disebut Buta nilai. Begitupun dengan anti-nilai yang menunjukkan diri sebagai negatif. Nilai yang muncul dalam kehidupan manusa tanpa melalui pengalaman itu disebut apriori.

Ada 4 gugus nilai yang menjadi perhatian Scheler
1.      Nilai yang menyangkut tentang Badani atau fisik yang menghasilkan rasa nikmat dan sakit
2.      Nilai yang menyangkut tentang kehidupan dan keutuhannya dan tidak berkaitan dengan indrawi dan dirasakan juga oleh manusia dan hewan. Contohnya adalah takut dan berani
3.      Nilai yang menyangkut tentang nilai-nilai Ruhani, orang rela mengorbankan nilai-nilai dimensi kehidupan. Sedangkan Nilai Rohani ada 3 Macam, Nilai estetis, Nilai benar dan tidak benar dan nilai pengetahuan murni
4.      Nilai tertinggi adalah nilai yang tinggi dan yang profan. Sikap yang menjawab nilai-nilai kudus adalah “kepercayaan” dan “tidak mau percaya”. Nilai-nilai lanjutan “yang kudus” adalah benda-benda suci dan bentuk-bentuk ibadat yang terdapat yang terdapat dalam liturgi (Kult) dan sakramen-sakramen.
Sedangkan tinggi rendahnya nilai memiliki 5 kriteria, yaitu :

  • Makin lama nilai bertahan, makin tinggi kedudukannya
  • Makin tinggi nilai makin tidak dapat dibagi dan tidak perlu dibagi atau tidak habis dibagi kalau disampaikan pada orang lain
  • Nilai makin tinggi Ia mendasari nilai-nilai lain dan sendiri tidak berdasarkan nilai makin tinggi kedudukannya.
  • Makin dalam kepuasan yang dihasilkan oleh sebuah nilai makin tinggi kedudukanya
  • Makin relatif sebuah nilai makin rendah kedudukannya, Makin mutlak makin tinggi nilainya
Sedangkan sosok nilai persona telah menghasilkan lima sosok, yaitu Orang Kudus, jeni, pahlawan, tokoh pemikir dan seniman.

Selain itu Scheler juga menghayati dasar pembentukan komunitas yang khas. Scheler membedakan sosok komunitas murni  seperti komunitas keselamatan, komunitas hukum, komunitas budaya dan komunitas hidup yang terbentuk berkat nilai yang kudus dan rohani. Yang kedua adalah komunitas tidak murni, yaitu gugus nilai yang dibentuk demi komunitas kepentingan dan komunitas sasaran.

Manusia mencapai hakikatnya apabila Ia mentransendensi dirinya sendiri. Transendensi itu adalah sifat khas manusia dalam mencapai tujuannya dalam membuka diri kepada Tuhan. Dalam keterbukaan manusia itulah ia menghayati bahwa Tuhan juga akan membuka diri terhadap manusia. Bila manusia beriman, maka secara hakiki Ia harus beribadat dengan agamanya.

Dalam alam semesta, ada 2 kekuatan yang berlawanan, roh dan energi, pikiran dan naluri, keteraturan dan dinamika buta, cita-cita dan alam. Melalui rohnya manusia terbuka pada alam kebenaran dan nilai-nilai. Tetapi apa yang dilakukan manusia tidak ditentukan oleh kesadaran rohani melainkan oleh nalurinya. Hanya dengan seakan-akan memanfaatkan kekuatan naluri dari dalam manusia dapat membawa nilai-nilai kerohanian ke dalam realitas. Roh dan dorongan ingstingtual merupakan dua sifat Yang Ilahi. Dalam perjuangan manusia untuk memenangkan cita-cita roh terhadap dorongan insting, yang Ilahi bergulat mencari perpaduan dua kekuatan itu yang harmonis.

3.      Kritik terhadap Scheler

Dengan pendekatan Murthada Muthahhari, konsep cinta Scheler mengalami kelemahan. Yaitu saat Scheler mengatakan bahwa benci menghalangi realitas. Padahal cinta dan benci menurut Murthada Mutthari sama-sama memiliki kelemahan. Yaitu tidak dapat melihat sesuatu sebagaimana adanya. Bila seseorang mencintai, yang Ia lihat hanya keindahan. Bila seseorang membenci, yang Ia lihat hanyalah keburukan. Dengan ini kita tidak dapat serta merta mencintai dan menghilangkan benci atau sebaliknya. Untuk melihat sebagaimana adanya, kita harus melepas sisi-sisi subyektif kita.


Daftar Pustaka :
Magnis-Suseno,Franz. 2000, 12 Tokoh Etika Abad ke-20, Yogyakarta: Kanisius
http://plato.stanford.edu/entries/scheler/ Diakses tanggal 5 Maret 2012 Pukul 15.05
http://www.phenomenologyonline.com/scholars/scheler-max/ Diakses tanggal 15 Maret 2012 Pukul 15.10
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

PENGERTIAN FILSAFAT ILMU

Diposting oleh syahar banu di 02.36 Label: Filsafat Ilmu

Dosen  : Muhammad Abduhzen
Oleh : Fitriyani 210000005

Filsafat ilmu adalah salah satu cabang dari filsafat yang berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi, dan implikasi dari ilmu,  termasuk di dalamnya ilmu alam dan ilmu social.

Filsafat ilmu masih dapat dibagi lagi menjadi sejumlah filsafat ilmu yang lebih khusus, seperti filsafat matematika, filsafat ilmu fisika, filsafat biologi, filsafat ilmu social, termasuk juga ilmu filsafat hukum.

Filsafat ilmu berkaitan erat dengan ontologi dan epistemologi. Filsafat ilmu berusaha menjelaskan berbagai masalah secara mendalam. Misalnya, apa dan bagaimana suatu konsep atau pernyataan bisa disebut ilmiah, bagaimana konsep tersebut di lahirkan, bagaimana ilmu menjelaskan dan memprediksikannya, serta bagaimana memanfaatkan alam melalui teknologi.

Filsafat ilmu memiliki peranan penting terhadap penalaran manusia untuk membangun ilmu. Hal ini di karenakan, filsafat ilmu akan menggali, menyelidiki dan menelusuri sedalam mungkin segala hal mengenai hakikat ilmu.  Kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa filsafat ilmu dapat menggambarkan bahwa ia merupakan akar dari ilmu pengetahuan.

Menurut Prof. Dr. Absori, filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang membicarakan atau merefleksikan secara mendasar dan integral mengenai hakikat ilmu tertentu. Sedangkan filsafat adalah berpikir mencari jawaban, dimana jawaban yang ditemukan tidak pernah bersifat mutlak. Sedangkan menurut Prof. Dr.Musa Asy’ari menyatakan bahwa filsafat adalah berpikir bebas, radikal, dan berada pada dataran makna. Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yakni sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan objek khusus, yaitu ilmu pengetahuan. Dan sudah tentu memiliki sifat dan karakteristik yang hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia tak lain merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.
Ada beragam definisi tentang filsafat ilmu yang pernah ditulis.
  1. Robert Ackerman  (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau telah dibuktikan atau dalam kerangka kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
  2. Lewis White Beck (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
  3. A.Cornelius Benjamin  (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
  4. Michael V. Berry (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
  5. May Brodbeck (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu
  6. Peter Caws (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketidakteraturan dan Kesalahan
  7. Stephen R. Toulmin “(Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
  8. Peter A Angeles, menjelaskan bahwa filsafat ilmu: suatu analisis dan pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut tinjauan, termasuk logika, metodologi,sosiologi,sejarah ilmu, dan lain-lain.
Pengertian tentang filsafat ilmu telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu.


0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

Pembagian Tasawuf

Diposting oleh Makalah Mahasiswa Falsafah dan Agama Paramadina di 02.17 Label: Tasawuf

Dosen : Asep Usman Ismail
Oleh: Fitriyani dan Syahar Banu
Pendahuluan

Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.

Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata “Sufi”. Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.

Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari “Ashab al-Suffa” (“Sahabat Beranda”) atau “Ahl al-Suffa” (“Orang orang beranda”), yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa

 Pembahasan
Secara garis besar, sebagaimana perkembangan awalnya, perjalanan tasawuf dalam menuju kemapanannya tidak lepas dari pengaruh agama-agama filsafat dan budaya di setiap zaman yang berbeda-beda. Oleh karenanya, para peneliti membaginya menjadi tiga bagian: tasawuf dieni, tasawuf falsafi dan tasawuf dieni wa falsafi atau tasawuf falsafi wa dieni.


Disebut tasawuf dieni, karena nampak di dalamnya perpaduan antara agama-agama, baik agama-agama samawi ataupun agama-agama kuno belahan Timur.Sedangkan tasawuf falsafi, tasawuf yang sudah dikenal di belahan timur dan belantara khazanah filsafat Yunani dan Eropa di zaman pertengahan dan modern.Adapun tasawuf ketiga merupakan campuran antara tasawuf agama-agama dan tasawuf falsafi. (Sayyid Muhammad ‘Aqîl bin ‘Ali al-Mahdali, hal. 31).Kemudian para peneliti tasawuf mengembangkan lebih rinci lagi mengenai pembagian ini, dimana dalam konteks Islam, tasawuf dibagi lagi menjadi empat bagian: tasawuf sunni, tasawuf falsafi, tasawuf salafi dan tasawuf amali atau tasawuf ashhâbut thuruq.(Lihat Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal. 32)


1.      Tasawuf Qur’ani
 Karena tasawuf merupakan jalan menuju Allah,untuk mendekatkan diri kepada Allah,maka rujukan pertama dan terutama yang harus dilihat adalah Alqur’an yang merupakan surat cinta dari Allah untuk umat manusia. Dengan memahami nilai-nilai yang ada dalam Alqur’an dan mengaplikasikannya dalam kehidupan maka di harapkan seseorang itu akan lebih dekat dengan Allah. Tasawuf yang mengacu kepada nilai-nilai alqur’an dalam usahanya untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut Tasawuf Qur’ani.

Sahl at-Tusturi pernah mengatakan: “Pokok ajaran kami adalah berpegang teguh kepada Al-Qur’an, mengamalkan sunnah, makan makanan yang halal, mencegah menyakiti orang lain, menjauhi yang tidak baik, bertaubat dan menunaikan hak-hak. Lalu Imam an-Nawawi mengatakan: “Pokok ajaran tarikat tasawuf ada lima: bertakwa kepada Allah baik tersembunyi ataupun terang-terangan, mengikuti sunnah baik perkataan ataupun perbuatan, berpaling dari akhlak tercela dihadapan atau dibelakang, ridha terhadap pemberian Allah sedikit ataupun banyak dan kembali ke jalan Allah dalam suka dan duka. Imam Ahmad pun menasihati anaknya (Abdullah bin Ahmad): “Wahai anakku wajib bagimu duduk bersama mereka, yaitu suatu kaum yang dapat memberikan kepada kita banyaknya ilmu, taqarrub kepada Allah (murâqabah), timbulnya rasa takut, hidup zuhud dan tingginya cita-cita, seraya beliau mengatakan: “Lâ a’lamu aqwâman afdhalu minhum” (aku tidak tahu ada kaum yang lebih utama daripada mereka).” (Sayyid al-Murâbith bin Abdurrahman al-Abyîri, Al-Firaqul Islâmiyyah bainal Qadîm wal Hadîts, 2007, hal. 148)

2.      Tasawuf Sunni
Asketisme(zuhud) adalah cikal bakal tumbuhnya tasawuf,sedangkan kemunculan asketisme sendiri adalah bersumber dari ajaran islam. Pemahaman dan pengalaman asketisme yang berkembang sejak abad pertama hijriah,benar-benar berdasarkan islam,baik yang bersumber dari Alqur’an,Sunnah maupun kehidupan sahabat nabi.

Asketisme yang tadinya tidak lebih dari sesuatu yang bersifat praktis dalam kehidupan,kemudian berkembang menjadi konsep-konsep yang sistematis-teoritis dengan tetap berpegang teguh kepada Alqur’an dan Sunnah serta kehidupan para sahabat. Di sisi lain,asketisme sebagai ide yang berakar pada ajaran islam,lebih terfokus pada pembicaraan dan pembinaan moral,baik moral kepada Allah maupun moral kepada diri sendiri serta kepada sesama umat manusia.

Sulit dipastikan waktu yang tepat tentang kapan peralihan asketisme ke sufisme,tetapi yang pasti,bahwa sufisme yang awal adalah sufisme yang tetap konsisten dan komitmen dengan prinsip-prinsip islam. Oleh karena sifat-sifatnya yang demikian maka tasawuf tipe yang awal dapat diterima sebagian besar ulama terutama para ulama yang tergolong Ahlusunnah. Inilah salah satu sebab tasawuf tipe ini dinamakan tasawuf sunni.

Yang dimaksud tasawuf sunni adalah tasawuf yang dibatasi sumber pengambilannya dari kitabullâh dan sunnah, dimana mereka menyelaraskan segala sesuatu atas pertimbangan keduanya. Maka tidak salah kalau dikatakan pertimbangan tasawufnya adalah pertimbangan syari’ah.Bermula dari hidup zuhud, lalu menjadi seorang shûfi dan berhenti pada akhlak. Gambaran puncak tasawuf ini disempurnakan oleh Abu Hamid al-Ghazali, maka jadilah tasawuf ini bagian dari thariqat ahlus sunnah wal jama’ah.Sejauh mana tasawuf ini menjadikan sumber ajaran?, kalaulah istilah ini disetujui, maka akan ditemukan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa ‘negeri akhirat lebih baik dibandingkan dunia.’ Demikian pula dengan hadits-hadits Rasulullah mengenai pentingnya zuhud, dimana zuhud merupakan elemen dasar (the basic element) metodologi umum pendidikan seorang muslim. (Lihat Muhammad as-Sayyid al-Galind dalam Min Qadhaya at-Tasawuf fî Dhauil Kitâb was Sunnah)

            Diantara sufi yang berpengaruh dari aliran tasawuf sunni dengan pokok-pokok ajarannya ialah sebagai berikut

·         Hasan Al Bashri
Dasar pendiriannya yang paling utama adaalah zuhud terhadap kehidupan dunawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.

·         Rabiah Al Adawiyah
Ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al hubb dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf.Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis.

·         Dzu Al Nun Al Misri
Jasanya yang paling besar dan menonjol dalam dunia tasawuf adalah sebagai peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufi menuju Allah,yang disebut Al maqomat. Beliau banyak memberikan petunjuk arah jalan menuju kedekatan dengan Allah sesuai dengan Pandangan sufi.

·         Abu Hamid Al-Ghazali
Inti tasawuf Al Ghazali adalah jalan menuju Allah atau ma’rifatullah. Oleh karena itu,serial Al maqomat dan al ahwal,pada dasarnya adalah rincian dari metoda pencapaian pengetahuan mistis.

3.      Tasawuf ‘Amali
Yang disebut tasawuf ‘amali adalah Keseluruhan rangkaian amalan lahiriah dan latihan olah batiniah dalam usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah,yaitu dengan melakukan macam-macam amalan yang terbaik serta cara-cara beramal yang paling sempurna. Menurut para sufi,ajaran agama itu mengandung dua aspek,lahiriah dan bathiniyah. Secara rinci,kedua aspek tersebut dibagi kedalam empat bidang sebagai berikut:

a        Syari’at,diartikan sebagai kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan dalam ajaran agama melalui Alqur’an dan Sunnah. Syari’at adalah hukum-hukum formal atau amalan lahiriah yang berkaitan dengan anggota jasmaniah manusia,sedangkan syari’at sebagai fiqih dan syari’at sebagai tasawuf tidak dapat dipisahkan karena yang pertama adalah sebagai wadahnya dan yang kedua sebagai isinya. Kerna itu ditegaskan, Seorang yang salik tidak mungkin memperoleh ilmu batin tanpa mengamalkan secara sempurna amalan lahiriahnya.

b   Thariqot,kalangan sufi mengartikan thariqat sebagai seperangkat serial moral yang menjadi pegangan pengikut tasawuf dan dijadikan metoda pengarahan jiwa dan moral.

c    Hakikat,dalam dunia sufi hakikat diartikan sebagai aspek bathin dan dari syari’at,sehingga dikatakan hakikat adalah aspek yang paling dalam dari setiap amal,inti dan rahasia dari syariat yang merupakan tujuan perjalanan suluk.

d    Ma’rifat,berarti pengetahuan atau pengalaman. Dalam istilah tasawuf,diartikan sebagai pengenalan langsung tentang Tuhan yang diperoleh melalui hati sanubari sebagai hikmah langsung dari ilmu hakikat.

Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa Yang dimaksud tasawuf ‘amali, adalah pola tasawuf yang dilakukan para penganut tarekat (ashhâbut turuq) seperti mengedepankan mujâhadah, menjauhkan sifat tercela, memutuskan hubungan dengan yang lain dan menghadap Allah dengan sepenuh cita-cita.


Dalam pelaksanaannya, ada beberapa kaidah dan adab yang dirinci secara klasikal seperti hubungan murid dengan gurunya, ‘uzlah, khalwat, al-jû’ (berlapar-lapar), as-sahr (bermalam-malam/ begadang), as-shumt (berdiam diri) dan dzikir


4.      Tasawuf Akhlaqi
Pada mulanya tasawuf itu ditandai dengan ciri-ciri psikologis dan moral,yaitu pembahasan analisis tentang jiwa manusia dalam upaya menciptakan moral yang sempurna. Dalam pandangan sufi,ternyata manusia depedensia kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi,bukan manusia yang mengendalikan hawa nafsunya. Kenikmatan hidup di dunia menjadi tujuan,bukan lagi sebagai jembatan emas menuju kebahagiaan sejati.efek dari pandangan hidup seperti ini emnuju kearah pertentangan manusia dengan sesama manusia,sikap ethnosentrisme,egoisme,persaingan tidak sehat,sehingga manusia lupa kepada eksistensialnya sebagai hamba Allah. Karena ekspresi manusiawinya  sebagian besar dihabiskan untuk persoalan-persoalan duniawi,menyebabkan ingatan dan perhatiannya jauh dari Tuhan.

Menurut orang sufi,Untuk merehabilitir sikap mental yang tidak baik tidak akan berhasil apabila terapinya hanya dari aspek lahiriah saja. Itulah sebabnya,pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf,seorang kandidat diharuskan melakukan amalan dan latiha yang cukup berat,tujuannya adalahuntuk menguasai hawa nafsu,untuk menekan hawa nafsu sampai ke titik terendah dan bila memungkinkan mematikan hawa nafsu itusama sekali.
Sistem pembinaan akhlak itu mereka susun sebagai berikut:

  • Takhalli,yakni mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap duniawi
  • Tahalli,membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik
  • Tajalli,terungkapnya nur gaib bagi hati
  • Munajat,melaporkan diri kehadirat Allah atas segala aktifitas yang dilakukan
  • Zikrul maut,ingatan yang berkepanjangan tentang mati akan memancing rasa keTuhanan yang semakin dalam.

Tokoh-tokohnya tasawuf akhlaki ini antara lain:

-          Haris Al Muhasabi(w.243 H) adalah salah seorang sufi yang populer dalam pembahasan tasawuf akhlaki melalui konvergensi  antara syariat dan akhlak. Ia menegaskan bahwa segala sesuatu mempunyai substansi,substansi manusia dan akal budi yang disertai moralitas dan substansi akal adalah kesabaran.

-          Al Sirri Al Saqathi( w.257 H) pendapatnya yang populer  ialah bahwa kekuatan yang paling tangguh ialah kemampuan mengendalikan diri. Seseorang yang mampu mengendalikan dirinya ,niscaya tidak akan sanggup mengendalikan orang lain.

-          Al Kharraj( w.277 H) ,orang pertama yang menulis konsep-konsep dasar tentang sifat-sifat terpuji yang kemudian menjadi rujukan sufi-sufi selanjutnya.

-          Sahl Al Tutsuri ( w. 293 H) dengan ajarannya yang rinci tentang ikhlash serta hal-hal yang merusak perbuatan.
-           
5.      Tasawuf Salafi

Yang dimaksud tasawuf salafi adalah tasawuf yang digagas oleh sekumpulan tokoh ulama salaf seperti Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Corak tasawuf ini menyerupai tasawuf sunni dalam segala urusannya, terutama dalam pentingnya berpegang terhadap kitâbullah dan sunnah, serta dalam hal tercelanya faham ittihad, hulul, wihdatul wujud, maqâmat dan ahwal.

Sebenarnya, istilah tasawuf salafi merupakan istilah pembelaan dari kelompok shûfi yang ingin menegaskan bahwa tidak benar orang yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari luar Islam dengan mengedepankan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim sebagai tokoh penggagasnya, sehubungan keduanya merupakan tokoh puritanisme Islam.

Hal ini dapat dilihat dari pembelaan Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim (pendiri dan syaikh tarikat al-‘Asyirah al-Muhammadiyah al-Syadziliyyah dan komisi pembaruan sufi serta ikatan tarikat-tarikat yang ada di Mesir). Menurutnya: “Dasar-dasar tasawuf terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini tak dapat dipungkiri, bahkan oleh mereka yang agak minim tentang Islam. Tak ada seorang pun dari kalangan Muslim yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah hasil kutipan dari kitab suci Budha, Majusi, dan Rahbaniyyah. 

Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari ajaran selain Islam adalah sebuah pendapat yang sembrono, berlebih-lebihan dan penuh kebohongan.Jika yang dimaksud dengan tasawuf adalah filsafat yang asing dari akidah dan syari’at, maka hal tersebut memang benar, namum filsafat tersebut tidak ada hubungannya dengan tasawuf Islami.Jika ada yang menjadikan mereka (para ahli filsafat) sebagai dasar untuk menghujat dan menghukumi kesesatan tasawuf dengan sebab kesesatan perilaku beberapa oknum yang mengatas namakan tasawuf, maka hal tersebut merupakan sebuah pemutar balikan fakta yang sebenarnya. Menghukumi seseorang atas kesalahan orang lain adalah satu perbuatan yang tercela.” (Lihat Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, 2002, hal.13)

6.      Tasawuf Falsafi  
Yang dimaksud dengan tasawuf falsafi adalah yang bercampur didalamnya antara dzauq shûfiyyah dan nadzhar ‘aqliyyah (perasaan terdalam kaum shûfi dan nalar akal/ filsafat) dengan sumber yang berbeda-beda.Ini merupakan pendapatnya Abul Wafa’ al-Ghanîmi at-Taftâzani, sedangkan DR.‘Ali Sami an-Nasyâr berpendapat bahwa tasawuf ini merupakan campuran antara makna-makna Islam dan falsafat kuno yang dalam falsafat zhahirnya Islami, sementara dalamnya tidak Islami.(Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal. 12).

Para penganut tasawuf macam ini diantaranya adalah Suhrawardi al-Maqtûl (550-580 H.), Ibnu ‘Arabi (560-638 H.), Ibnu Sab’in (614-669 H.) dan yang lainnya.


Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah,juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakan teologi dan filsafat.dari kelompok inilah yang tampil sebagai sufi yang filosofis dan filosof yang sufis. Konsep-konsep tasawuf mereka disebut tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Ajaran filsafat yang paling banayak di pergunakan dalam analisis tasawuf adalah paham emanasi neo platonisme dalam semua variasinya.

Selain Abu Yazid Al Bhustami ,tokoh teosofi yang populer dalam kelompok ini dapat ditunjuk Masarrah(w.381 H) dari Andalusi dan sekaligus sebagai perintis.berdasarkan pemahamannya tentang teori emanasi ia berpendapat,bahwa melalui jalan tasawuf manusia dapat membebaskan jiwanya dari cengkeraman badani (materi) dan memperoleh sinar ilahi secara langsung (ma’rifat sejati). orang kedua yang mengkombinasikan teori filsafat dengan tasawuf dapat disebut Suhrawardi al Maqtul(w.578 H) yang berkebangsaan Persia atau Iran. Berangkat dari teori emanasi Ia berpendapat,bahwa dengan melalui usaha keras dan sungguh-sungguh seperti apa yang dilakukan para sufi,seseorang dapat membebaskan jiwanya dari perangkap ragawi untuk kemudian dapat kembali ke pangkalan pertama yakni alam malakut atau alam ilahiyat. Konsepsi lengkap teori ini kemudian dikenal dengan nama al Isyraqiyah yang ia tuangkan dalam karya tulisnya al Hikmatul Isyraqiyah. Bersumber dari prinsip yang sama  al Hallaj (w.308 H) memformulasikan teorinya dalam doktrin al Hulul, yakni perpaduan insan dengan Tuhan secara Rohaniyah atau antara Mahluk dengan Al Khaliq.

7.      Neo Sufisme

Terminologi Neo sufisme pertamakali di munculkan oleh pemikir muslim kontemporer yakni Fazlur Rahman dalam bukunya” Islam”. Kemunculan istilah itu tidak begitu saja diterima para pemikir muslim ,tetapi justru memancing polemik dan diskusi yang luas. Sebelum Fazlur,sebetulnya di Indonesia Hamka telah menampilkan istilah tasawuf modern dalam bukunya “ Tasawuf Modern ” tetapi dalam buku ini tidak ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan isi buku ini,terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf Al Ghazali kecuali dalam hal ‘uzlah. Kalau al Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat maka Hamka justru menghendaki agar seseorang pencari kebenaran hakiki tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarkat.

Menurut fajlur Rahman,perintis apa yang ia sebut sebagai neo sufisme adalah ibnu Taimiyah(w.728 H) yang kemudian diteruskan oleh muridnya Ibnu Qoyyim,yaitu tipe tasawuf yang terintegrasi dengan syari’ah. Apabila benar demikian ,maka muatan dari yang disebut neo sufisme itu sudah sejak abad 8 H ,tapi kenapa baru abad dua puluh ini diangkat sebagai neo sufisme.Kebangkitan kembali sufisme di dunia islam dengan sebutan neo sufisme,nampaknya tidak bisa dipisahkan dari apa yang disebut sebagai kebangkitan agama sebagai penolakan terhadap kepercayaan yang berlebihan kepada sains dan teknologi selaku produk era modernisme.

Neosufisme mengalihkan pusat pengamatan kepada rekonstruksi sosio moral masyarakat muslim,sedangkan sufisme terdahulu terkesan lebih bersifat individual dan “hampir” tidak melibatkan diri dalam hal-hal kemasyarakatan. Oleh karena itu karakter keseluruhan neisme adalah puritanis dan aktivis.

Sikap puritanis pendukung neo sufisme menyebabkan berseberangan dengan paradigma sufisme terdahulu yang mengarahkan pengikutnya untuk membenci duniawi sehingga mereka pasif. Berlainan dengan neo sufisme,yang malahan mendorong dan memotivasi pengikutnya agar aktif dan kreatif dalam kehidupan ini,baik yang bersifat karya-karya praktis maupun dalam kreatifitas intelektual. Menurut al Qusyasyi(w.1071 H),sufi yang sebenarnya bukanlah yang mengasingkan diri dari masyarakat,tetapi sufi yang yang teteap aktif dalam kehidupan masyarakat dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Penutup

Demikianlah sejarah menunjukkan,bahwa sufisme tidak pernah tercerabut dari akar keislaman. Maka seirama dengan abad kebangkitan umat islam,bangkit pula gerakan spiritualis islam,yang oleh Fajlur Rahman dinamai’neo sufisme”,sufisme baru.secara umum terlihat,bahwa ciri utama neo sufisme ini adalah,penekanan pada motif moral melalui penerapan metode zikir dan muraqabah guna “ mendekati “ Allah . tata aturan konsentrasi harus disejajarkan dengan doktrin syariah dan bertujuan untuk memperkukuh keimanan dalam akidah yang benar dan kemurnian hati.selain dari itu, gejala sufisme baru ini adalah menanamkan kembali sikap positif pada duniawi. Dan yangterpenting,nampaknya gerakan ini sampai batas tertentu- mengakui kebenaran klaim sufisme intelektual dan menerima ilham intuitif atau al kasyf tetapi tingkat kebenarannya tidak otomatis mutlak.

Islam tidak mungkin di aktualkan hanya dengan kecanggihan rasional,sebagaimana tidak mungkinnya bila hanya dengan kelembutan hati nurani. Islam akan bisa difahami dan diaktualkan secara utuh dengan mengerahkan segenap ekspresi insani,yang esoteris,yang garang dan yang lembut.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Prof.H.A. Rivay siregar.Tasawuf:dari sufisme klasik ke neo sufisme. Jakarta. Raja Grafindo Persada.2002
Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain dan DR Abdullah Musthofa Numsuk, Kesesatan Sufi, Tasawuf Ajaran Budha (terj.), Jakarta: Pustaka As Sunnah, tahun 2004.
Muhammad As-Sayyid al Galind, Tasawuf Dalam Pandangan Al Qur’an dan As-Sunnah (terj.), Jakarta : Cendikia Sentra Muslim, tahun 2003
Salim bin Ied Al Hilali, Jama’ah-Jama’ah Islam Ditimbang Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Solo : Pustaka Imam Bukhori, tahun 1989
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, Jakarta : Hikmah, tahun 1989
Wahiduddin Khan, Kritik Terhadap Ilmu Fiqih, Tasawuf dan Ilmu Kalam (terj.), Jakarta : Gema Insani Press, tahun 1994
Shalih bin Fauzan Ali Fauzan, Heboh Tasawuf (terj.), Sukoharjo : Darul Iman, tahun 2003
Abuddin Nata, MA, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Rajawali Press, tahun 1993
Asmaran AS, MA.,Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta : Rajawali Pers, tahun 2004




0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Terindrakan

Labels

  • cerita (1)
  • Dosen (4)
  • Etika (2)
  • Filsafat Ilmu (1)
  • Publikasi Media (5)
  • Tasawuf (1)
  • Umum (1)

Para Intelektual

  • Anggaranu
    ^!!^ Memphis 2013 Streaming Websites
    5 tahun yang lalu
  • Syaharbanu
    Bagaimana Mungkin
    5 tahun yang lalu
  • Dida Sobat
    Cinta Lakshmi untuk Gayatri
    6 tahun yang lalu
  • MIMPI DI UJUNG PAGI
    Aku ingin menikah, tapi bukan dengan Kamu
    8 tahun yang lalu
  • Serat Jingga~~
    Rindu yang Basah
    8 tahun yang lalu
  • Hidayat Taufik
    "Memoria Indonesia Bergerak"
    11 tahun yang lalu
  • Deep Sight
    ah Cafe PGC
    13 tahun yang lalu
  • Vision de Monde
    Malam Menjelang Fase Baru Anak Peruntungan
    13 tahun yang lalu
  • philosophy and the city

Followers

Blog Archive

  • ►  2015 (1)
    • ►  Oktober (1)
  • ►  2013 (1)
    • ►  Oktober (1)
  • ▼  2012 (9)
    • ►  September (4)
    • ▼  Mei (5)
      • ARTHUR SCHOPENHAUER : BELAS KASIH DAN PENYANGKALAN...
      • Max Scheler : Wanita, Fenomonologi dan Cinta
      • PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
      • Pembagian Tasawuf
      • Daftar Blog Mahasiswa Falsafah dan Agama Paramadina
 

© 2010 My Web Blog
designed by DT Website Templates | Bloggerized by Agus Ramadhani | Zoomtemplate.com